Minggu, 08 Januari 2012

Kisah Mudik Lebaran Memory Latifah Di Bis Patas

Hanya dalam hitungan hari lagi Hari Raya Idul Fitri tiba.
Langit malam begitu cerah sejak adzan Maghrib berkumandang. Para pemudik lalu lalang di tempat-tempat umum.
Kisah ini menceritakan seorang gadis cantik berjilbab (jilbaber) yang hendak pulang kampung merayakan Lebaran bersama keluarganya.
Bus malam Executive class itu melaju dengan cepat di sekitar kota Brebes. Waktu sudah menunjukkan jam 23.45 WIB. Seorang gadis cantik berjilbab lebar warna putih dan kaos lengan panjang warna coklat, sewarna dengan rok panjang yang dikenakannya bernama Latifah duduk di bangku paling belakang, hanya seorang diri. Ia terlihat sudah amat mengantuk. Sementara para penumpang lain sudah tidur dengan nyenyak. Hanya alunan musik santai terdengar lembut.
Di tengah kegelapan bus yang lampu ruangannya dimatikan nampak sang kondektur bus itu tengah berjalan santai menuju bagian belakang bus. Kebetulan bus hanya ditumpangi 10 orang. 9 orang berada di bagian depan hingga lima bangku di belakangnya. Dari tengah ke belakang otomatis kosong.
Pak kondektur bernama Joni Item, karena tubuhnya memang hitam legam, berjalan santai ke belakang. Tiba-tiba matanya tertumbuk pada sesosok tubuh yang terbalut jilbab lebar warna putih dan kaos lengan panjang dengan rok panjang warna coklat. Gadis itu terlihat mengangguk-anggukkan kepala karena mengantuk. Melihat kesendirian gadis itu, ditambah pakaiannya yang baginya sedang kesepian membuat sang kondektur kontan terkesiap. Dadanya berguncang, birahinya tergugah. Ia membayangkan bagaimana bentuk tubuh mulus di balik pakaian serba tertutup namun agak ketat itu. Membayangkan bagaimana kalau mulut gadis berjilbab itu mengulum penisnya. Oh, kontan penisnya menegang keras sekali.
Segera didekatinya Latifah lalu tangannya merogoh kantung celananya, mengambil sebilah belati kecil yang memang selalu dibawanya. Latifah, si gadis berjilbab itu sontak terbangun kaget sekali, ketika merasakan bagian lehernya terasa sakit. Ternyata sebilah belati sedang ditodongkan ke lehernya, bahkan sudah terasa ujungnya yang tajamnya menusuk kulit leher, menembus jilbab putihnya. Matanya mendelik penuh ketakutan. “Turuti kemauan saya, kalau kamu tidak mau mati konyol.”, ancam si Joni Ireng.
Latifah yang sedang dikuasai perasaan ketakutan dan kaget yang amat sangat nampak hanya bisa terdiam dengan tubuh gemetar dengan wajah tang penug kecemasan. Jantungnya terasa seakan mau copot karena berdegup kencang. Sesat kemudian dengan suara seakan tercekik karena tercekat ketakutan gadis berjilbab putih itu bertanya,”Mmau..apaa..Pak??”. “Pokoknya turuti saja, kalau tidak kamu saya bunuh sekarang.”,ancam pria itu lagi.
Latifah membungkam. Ia tidak berani berbuat apa-apa, ketika tangan kanan lelaki itu yang masih menganggur mulai menyusup kebalik jilbab lebar yang dikenakannya dan mulai meremas-remas payudaranya dari luar kaus lengan panjang yang membalut tubuh Latifah . Ia hanya mampu merintih-rintih. “Tolong pak, jangan lakukan itu.”, pinta gadis jilbab itu memelas dengan nafas yang mulai tidak teratur. Namun Joni tidak perduli. Tangannya semakin ganas meremas payudara montok gadis berjilbab yang berusia dua puluh enam tahun itu. Saat dirasa penisnya mulai semakin tegang, ia segera membuka resleting celananya sendiri dan mengeluarkan penisnya yang cukup besar dan panjang, berdiameter 4 cm dan panjang 22 cm. Mata Latifah semakin melotot melihat barang lelaki yang selama ini belum pernah dilihatnya, bahkan belum pernah dibayangkannya. Sembari bangkit dari duduknya, pria itu lalu menyodorkan penisnya itu kehadapan wajah Latifah . “Hayo emut dan kulum dengan lembut.”, perintahnya.
Latifah menolak paksaan pria itu dengan memalingkan wajahnya dari pemandangan yang baginya menjijikkan. Tetapi otomatis belati Joni makin terasa menusuk di lehernya, sehingga terpaksa dengan perasaan takut akan keselamatan hidupnya dengan terpaksa dan malu sekali, ia mulai membuka mulut dengan mata terpejam sembari kemudian menjilat-jilat penis besar Joni yang berwarna hitam legam. Lidahnya terlihat indah seperti mengelus-elus penisnya. Mata Joni terlihat mulai mendelik keenakan. Tak lama kemudian ia mulai mengulum-ngulumnya meski dengan perasaan jijik. Kepala gadis berjilbab putih lebar itu pun mulai bergerak maju-mundur. Dari jauh, hanya terlihat Joni menghadapkan badannya ke arah Latifah. Ia merasakan kenikmatan tiada tara. Tak pernah dibayangkan bahwa seorang gadis berjilbab mengulum-ngulum penisnya seperti itu. Kuluman Latifah semakin ganas.
Tampaknya gadis itu mulai tergugah juga birahinya. Benar-benar hal itu menjadi sensasi besar baginya. Selama ini matanya selalu terjaga, tidak pernah memandang aurat laki-laki, apalagi kemaluannya. Kini batang penis Joni yang panjang, besar, hitam dan kokoh berada dalam mulutnya, dengan wajahnya yang cantik berhiaskan jilbab putih lebar. Bagi pria itu, inilah sensasi yang tak pernah dibayangkannya sama sekali. Joni kemudian melepaskan penisnya dari mulut indah gadis berjilbab itu. Nampaknya pria itu tertarik dengan hal lain.
“Diam, jangan bergerak.”,

hardik Joni dengan suara pelan. Ia mulai menarik jilbab lebar Latifah dan menyelempangkan ke bahu gadis itu. Kemudian dengan agak tergesa-gesa, ia menyingkap kaos lengan panjang Latifah keatas hingga sedada.
“Tolong mas, jangan. Nanti dilihat orang, saya bisa malu sekali.”, pinta gadis jilbab itu dengan suara lirih. Joni tidak perduli.
“Kalau ada yang melihat, kita berhenti sebentar. Kamu kan bisa menutup jilbabmu lagi.”
Beberapa saat kemudian, terkuaklah tubuh bagian dada gadis berjilbab putih lebar itu. Dua bongkah payudara yang sudah mulai montok, terlihat membusung, masih tertutup oleh BH-nya yang berwarna hitam, tetapi agak ketat.
Tangan Joni mulai menggerayangi benda antik Latifah itu dengan nafsu tak tertahan lagi.
Bahkan sebentar kemudian, ia sudah menarik paksa BH gadis alim itu hingga copot dan dilemparkannya ke lantai bus.
Terlihatlah dua bukit kembar milik Latifah yang amat putih sekali, indah dan montok. Tampaknya Latifah cukup memelihara tubuhnya meski berpakaian rapat.
Tangan Joni semakin gencar meremas-remas payudara gadis jilbab itu dengan cukup keras, sehingga warna payudara itu berubah kemerahan.Air mata Latifah sudah bercucuran deras. Ia merasa terhina dan dilecehkan sekali. Semua orang di bus itu bisa menyaksikan kejadian yang memalukan itu, termasuk supirnya. Tapi tampaknya yang beruntung cuma sang kondektur keparat itu saja.
Masih belum puas dengan hasil karyanya itu, Joni meminta Latifah berdiri dan menaikkan sendiri rok panjang warna coklat yang dikenakannya dari bagian bawah. Serta merta Latifah menolak dengan menggeleng-gelengkan kepalanya yang berjilbab, tetapi itu semua sia-sia karena Joni mengancam akan menggorok lehernya sembari menghunus belati, sehingga Latifah ketakutan. Ia mulai mengangkat rok panjang yang dikenakannya itu sedikit demi sedikit. Mulailah terlihat sepasang kaus kaki putih panjang hamper selutut menghiasi betisnya yang indah, akhirnya kedua bongkah pahanya yang putih montok, mulus dan menggairahkan.
‘Terus angkat lagi.”,hardik Joni.
Akhirnya Latifah dengan sangat malu sekali, takut kalau ada penumpang yang melihatnya, mulai mengangkat lagi rok panjangnya. Oh, sungguh beruntung sekali nasib Joni. Matanya melotot bulat begitu melihat celana dalam Latifah yang membungkus ketat kemaluannya yang menggunduk amat indah dan menggiurkan. Gadis berjilbab itu terlihat amat menakjubkan dengan wajahnya yang cantik berhiaskan jilbab putih lebar, namun kaus lengan panjangnya tersingkap keatas memaparkan sepasang bukit kembar nan kenyal nampak membusung indah dan dari bagian pinggang ke bawah hampir telanjang, hanya terbalut celana dalam saja!!! Tangan jahil Joni mulai meremas-remas kemaluan gadis berjilbab itu, sehingga Latifah merintih agak keras. Bahkan tangannya mulai merayap ke dalam celana dalam Latifah, sehingga gundukan kemaluan dengan bulu-bulu kemaluan halus itu berhasil diremas oleh Joni. Mata Latifah terlihat mendelik, bahkan bagian hitamnya sedikit menghilang menahan kenikmatan yang sebenarnya tidak diinginkannya. Joni terlihat menyeringai gembira melihatnya.
Selanjutnya, sembari tubuhnya bergerak kenawah mulut Joni juga mulai menciumi kemaluan Latifah yang masih terbalut celdam ketat itu. Bau kemaluan wanita berjilbab itu yang cukup unik namun menggairahkan itu, terhirup oleh Joni, sehingga ia makin kesetanan. Tiba-tiba nafsu Joni menggelegak. Godaan aroma tubuh yang keluar dari gadis berjilbab itu begitu terasa menggairahkan. Dengan menahan birahi yang menggelegak, dicengkeramnya kedua lengan Latifah sembari memaksa dan menyuruh sang gadis berjilbab itu untuk berdiri berbalik membelakanginya. Dengan takut Latifah menurutinya.
Saat tubuh itu berbalik membelakanginya menghadap ke arah jok bangku panjang di belakang bus itu, Joni langsung memegangi rok panjang gadis jilbab itu yang sudah tersingkap sampai sepinggang, sehingga Joni langsung bisa melihat kemulusan paha Latifah berikut celana dalam putihnya. Tanpa sabar Joni dengan tangan kanannya yang kekar menurunkan paksa celana dalam gadis jilbab itu, sehingga terlihatlah kulit pantat dan pinggul gadis alim itu, berikut kemaluannya dari arah belakang, seperti kue martabak yang terlipat, indah dan menggairahkan. Pinggul gadis alim itu terlihat membukit indah sekali. Sembari meregangkan kedua paha mulus Latifah dengan tangan kanannya, tangan kirinya membimbing penis yang sudah tegak mengacung kearah kemaluan gadis jilbab itu, mencari-cari lubang kemaluannya agar tidak melenceng, karena ia khawatir ada penumpang yang terbangun.
Digesek-gesekkannya kepala penis itu di belahan vagina Latifah yang sudah basah itu. Perlahan didorongnya masuk menembus belahan sempit vagina yang masih perawan itu. Awalnya sulit karena sering meleset namun akhirnya ia berhasil. Kepala penisnya mulai mendesak masuk ke belahan kemaluan gadis jilbab yang naas itu. “Aakkkhh…!”,pekiknya tertahan saat kemaluan besar itu perlahan menerobos masuk vagina miliknya. Sembari kedua lengan Latifah bertumpu diatas sandaran kepala kursi bus mulutnya menggigit ujung jilbab putihnya. Dengan wajah tertunduk menahan sakit, malu terhina bercampur aduk dengan mata terpejam, perlahan dari bibirnya mulai terdengar isak tangis nan lirih. Joni tidak menyia-nyiakan kesempatan, dengan keras ia menekan penisnya. Sedikit sedikit akhirnya ia berhasil membenamkan penisnya dalam-dalam sampai menyentuh ujung rahim milik gadis jilbab itu. Nampak penis pria itu tidak sepenuhnya tertanam dikarenakan ukurannya yang panjang. Terlihat pula cairan kental bercampur darah nampak menetes keluar dari bibir vagina itu.
Keperawanan sang gadis berjilbab putih lebar itu telah bobol. Lalu sesaat setelah mengatur nafas Joni mulai menggenjot tubuh gadis jilbab itu dari belakang. Tangannya yang satu mencengkeram dan meremas-remas payudara Latifah. Sementara yang satunya lagi mencengkeram erat pinggul bahenol itu. Penisnya maju mundur perlahan menikmati kemaluan gadis berjilbab putih lebar itu,”Oohh..emmhh..sshh…seret banget memiawmu ssayyyanggh ohh..!”, desah dan racauan Joni. Rasa nikmat tiada tara terasa menjalar sampai ke ubun-ubun sang kondektur. Sama sekali tidak bisa dibandingkan pada saat ia menyetubuhi para pelacur langganannya. Kini ia terlihat perkasa dan amat bangga sekali mampu mempermalukan gadis jilbab yang selama ini selalu menjaga auratnya itu.
“Kecepak..plak..plakk…!”,
bunyi yang timbul saat selangkangan pemerkosa itu beradu dengan bongkahan pantat nan padat milik Latifah sang gadis berjilbab putih lebar berulang-ulang.
Sedangkan gadis berjilbab putih lebar hanya bisa merintih dan mendesah pelan sembari tubuhnya terguncang-guncang menerima sodokan demi sodokan penis pemerkosanya itu yang semakin lama semakin cepat. “Emmmhh…uukhh…hehh..”, rintih pelan Latifah sembari kepalanya yang terbungkus jilbab putih lebar itu mengangguk-angguk pelan menahan nikmat sekaligus sedikit sakit karena baru kali inilah ia berhubungan seks. Begitulah, di tengah laju bus malam itu, penis pemerkosa itu benar-benar membongkar habis kemaluan gadis berjilbab putih lebar itu sampai lebih dari 1 jam!! Sampai-sampai gadis jilbab itu mencapai tiga kali orgasme!!
Dan akhirnya tepat jam 1.00 dini hari,
”Sshhh…shhhh…oohhh aku kelluarr..ssayanggggghh…ahhhh”,
pekik Joni tertahan saat ia mencapai klimaks sembari membenamkan penisnya dalam-dalam dan memeluk tubuh Latifah erat-erat dari belakang seraya memuncratkan seluruh air maninya ke dalam rahim Latifah, gadis berjilbab yang malang itu. Tubuh gadis berjilbab itu langsung terduduk dan terkulai lemas tatkala kondektur jahanam itu melepaskan pelukannya dari belakang sembari mencabut penis miliknya. Tangisnya meledak, karena keperawannya amblas. Menyesal, kenapa ia tidak berangkat satu bus saja dengan teman-teman sekantornya. Sementara Joni yang telah menggagahinya nampak terduduk setengah telanjang dengan wajah penuh kepuasan ia duduk disamping Latifah sedang menangis tersedu-sedu. Sesaat kemudian dengan senyum penuh kemenangan tangan kanannya meraih kepala berjilbab Latifah yang sedang terduduk lemas disamping kanannya. Lalu dengan penuh nafsu dicium dan dilumatnya bibir gadis berjilbab putih lebar yang pakaiannya sudah serba tersingkap itu dengan rakus.
“Mmmhh…emmm…cepok…cepok!”,bunyi mulut yang beradu diiringi suara tangis Latifah yang tertahan.
Setelah puas, pria itu melepaskan ciumannya sembari berujar,
”Terima kasih sayang. Abang belum pernah main seks dengan cewek macam kamu. Luar biasa nikmat.”. “Perjalanan kita masih beberapa jam lagi. Nanti pas bus berhenti di persinggahan, abang pengen ngegenjot lagi memiaw nikmat milikmu ini”,kata Joni tersenyum sembari tangan kirinya mengelus-elus vagina Latifah. Wajah cantik gadis berjilbab putih lebar yang sudah kusut itu nampak terlihat lesu dan pasrah diiringi isak tangis dan cucuran air mata dari matanya yang terpejam.
Dan benar saja, beberapa jam kemudian saat bus berhenti di di sebuah restoran, di tengah kekosongan bus yang ditinggal penumpangnya untuk makan dan minum, dari sudut paling belakang bus yang gelap (karena dimatikan lampunya), nampak sesosok gadis berjilbab putih lebar berwajah cantik dengan pakaian dan rok panjangnya yang tersingkap keatas sedang ditindih dan digenjot seorang pria berbadan kekar dan berkulit hitam.
Pahanya terkangkang lebar karena dipegangi pria itu. Sedangkan penis pria itu dengan ganasnya menyodok keluar masuk vagina gadis jilbab itu.Tidak ada lagi isak tangis dari mulut Latifah. Yang ada tinggal desahan lirih menahan nikmat genjotan Joni sang kondektur bus. Benar-benar malang nasib Latifah si gadis berjilbab itu. Perjalanan yang semula dikira akan berjalan biasa telah mengubah dirinya untuk selamanya.

Rahasia Pelacur High Class



Siapa yang menduga ternyata aktivis PKS yang selalu tampak santun, alim dan sholehah adalah seorang pelacur high class? Sehari-hari ia bukan hanya senantiasa menjaga diri dari pergaulan dan menutup auratnya dengan jubah panjang longgar dan jilbab lebar, tetapi sangat rajin dalam kegiatan dakwah dan pengajian.

Ifah, demikian panggilannya akrabnya, memang terkenal sebagai seorang akhwat muda yang disegani. Ia sering diundang ceramah terutama tentang “pentingnya seorang muslimah menjaga aurat dan pergaulan” ke berbagai tempat, di samping memimpin sebuah majelis pengajian ibu-ibu.

Hal itulah yang membuatku tak percaya sama sekali kalau ia bisa “dipakai”. Sampai akhirnya karena penasaran, aku mengontak nomor yang diberikan Diana, sekretaris cantik sebuah perusahaan yang sering kugarap itu. Ohya, sebelumnya perkenalkan. Namaku Suhendra, 43 tahun, seorang direktur perusahaan minyak.

Terdengar “Assalamulaikum” yang sangat merdu dan lembut dari seberang, sehingga membuat jantungku berdebar keras. “Walaikum Salam,” jawabku agak gugup, lalu dengan ragu-ragu menyebutkan “kode” yang diberikan Diana.

Hasilnya di luar dugaan, membuatku tercengang-cengang.
“Bayaran saya 20 juta semalam, Pak. Tidak bisa ditawar-tawar,” terdengar jawaban dari seberang, tetap dengan nada yang sangat santun, “Apakah Bapak sanggup?”

“Ya saya sanggup,” jawabku dengan dada berdegup kencang, “Kapan kita bisa bertemu?”
“Saya hanya “bekerja” setiap malam Minggu. Tapi sebelumnya saya punya syarat sendiri. Jika Bapak bersedia dan menyanggupi syarat-syarat ini, saya baru bersedia melayani Bapak.”
“Apa syaratnya Mbak Ifah? Ohya panggil saya Mas saja, jangan Bapak. Mas Hendra.”
“Baiklah Mas Hendra, syarat saya yang pertama, saya tidak mau main di hotel, jadi silahkan Mas cari rumah atau villa. Saya tidak mau mengambil resiko identitas saya terungkap. Kedua, saya tidak akan pernah membuka jilbab saya apapun kondisinya kecuali mandi. Hal ini sudah komitmen saya sejak awal. Bagaimana?”

“Oke, saya setuju. Tapi ada satu hal yang saya ingin tanyakan pada Mbak. Sebelumnya perlu Mbak ketahui, saya ini maniak seks, kalau menikmati tubuh perempuan tak ada yang mau saya lewatkan seinci pun. Apakah saya boleh mencicipi lubang dubur Mbak Ifah juga?”

Terdengar suara tertawa lembut di sana, “Boleh saja Mas Hendra. Mas boleh menikmati seluruh lubang yang ada di tubuh saya… Kalau sudah menetapkan tempatnya, silahkan SMS saya ke nomor ini. Terima kasih dan sampai ketemu, Mas. Assalamualaikum…”

Akhirnya hari yang saya nanti-nantikan pun tiba. Sesuai kesepakatan, Afifah tidak mau dijemput atau bertemu di luar. Ia akan datang sendiri ke alamat villa yang telah saya sewa ini dengan taksi.
“Assalamualaikum…” terdengar sapa lembut nan santun yang sangat khas lalu menyusul dering bel. Buru-buru aku berlari ke depan dan membukakan pintu. Dan saat itu juga, serta merta aku terpana takjub. Bahkan terpaku di ambang pintu laksana patung hidup. Betapa tidak, seumur hidupku belum pernah kulihat gadis seanggun, semanis, dan secantik gadis berjilbab lebar berwarna ungu yang berdiri dengan santunnya di hadapanku ini. Kedua matanya bening menyejukan dan menatapku dengan malu-malu. Hidungnya mancung, dengan sebentuk bibir mungil yang tipis namun penuh. Tampak merah basah dan segar. Begitu serasi dengan bentuk wajahnya yang bujur telur. Kulit wajahnya halus sekali, putih bersih dengan pipi merona kemerah-merahan dan dagu berbelah.

“Assalamualaikum… Mas Hendra?” ia mengurangi salamnya dan bertanya.
“Wa-walaikum Salam… I-iya, iya, saya sendiri. Ini Mbak Ifah kan?” jawabku belum juga bisa menutupi kegugupan. Ah, memalukan sekali!
“Benar Mas. Saya Afifah…,” ia tersenyum tipis, “Dan saya telah datang sesuai dengan kesepakatan di telepon.” Aduh, Mak! Cantiknya. Senyumnya betul-betul memikat dengan sebaris gigi yang putih bersih dan dua buah lesung pipit di pipinya di kiri kanan.

Aku mengulurkan tangan hendak mengajaknya bersalaman, tetapi seperti umumnya akhwat-akhwat alim, ia merapatkan kedua telapak tangannya di depan dada. Hal itu membuatku jadi kikuk sekali dan dengan wajah bersemu merah menarik kembali tanganku yang terlanjur terulur. Sialan! Untunglah dengan cepat aku bisa menguasai diri kembali.

“Ah, silahkan masuk Mbak,” kataku kemudian bergegas menepi dari ambang pintu membuka jalan. Ifah kembali tersenyum dan melangkah masuk dengan anggun. Kedua telapak kakinya dibungkus sandal berhak sedang dan tertutup rapat kaus kaki. Setiap langkah yang dibuatnya begitu gemulai. Sayang, pinggulnya tertutup baju kurung panjang berwarna sama dengan jilbab lebarnya dan rok panjang lebar berwarna putih yang menutupi sampai mata kaki. Kalau tidak, batinku, goyangannya pasti memabukkan.

Ia kemudian duduk di sofa ruang tamu di hadapanku dengan sangat santun. Kedua tangannya diletakkan di atas pangkuan kakinya yang tertutup rapat, badannya tegak. Tas kecilnya diletakkan di sampingnya. Benar-benar bikin gemas! Membuatku bingung bagaimana cara memulai. Untunglah tak lama Bi Sumi datang menghantarkan minuman. Kupersilahkan ia minum.

“Saya tahu, Mas Hendra sudah tidak sabar lagi menggeluti tubuh saya, menelanjangi dan merasakan kenikmatan memek saya… Tapi saya ingin pastikan dulu, apakah Mas Hendra sanggup mematuhi syarat saya kedua itu. Yaitu tidak pernah membuka jilbab saya kecuali kalau Mas hendak memandikan saya?”

“Tentu saja saya sanggup, Mbak! Justru saya sendiri ingin Mbak tetap mengenakan jilbab! Soalnya Mbak lebih cantik dan merangsang kalau dingentot dengan tetap pakai jilbab!” kataku dengan bernafsu. Ifah tertawa kecil, dan mengulurkan tangan padaku, “Kalau begitu, kita sekarang sudah boleh salaman! Anggap saja kita sudah muhrim!”



Langsung saja kusambar tangan mungilnya yang putih mulus itu, hingga Ifah terpekik, “Aaauuww! Mas, yang lembut dong! Bringas sekali!”

“Habis kamu nafsuin banget! Kungentot kau sampai tak bisa berdiri, lonte berjilbab!” teriakku kalap dan menerkamnya. Sekali lagi Ifah memekik, tapi detik berikutnya ia sudah berada dalam dekapanku. Kuserbu bibir tipisnya yang ranum hingga ia gelagapan. Begitu lembut, kenyal, manis dan segar. Kulumat habis-habisan, hingga kedua mata muslimah binal sok alim santun ini terbeliak-beliak. Kusedot sampai mengeluarkan bunyi kecipak, dan lidahku menyelinap masuk ke dalam mulutnya membelit-belit lidahnya. Tanpa diduga, ia membalas serangan ganasku dengan balas melumat dan menyedot. Lidahnya mulai bergerak liar, beradu dengan lidahku.

Mulai terdengar desahan demi desahannya yang merdu. Sebelah tanganku bergerak meremas buah dadanya yang masih tertutup rapat jilbab dan baju panjang. Terasa kenyal, padat membusung walau tidak besar.

“Oougghh, Masss.. Enaaak..!” rintihnya lirih ketika ciuman kami terlepas. Tanganku yang satu lagi dengan tak sabaran menyingkap rok panjangnya, ternyata ia masih memakai sehelai rok dalam warna krem. Dengan penuh nafsu, kusingkap saja rok dalam itu sekalian, dan tanganku pun menyelinap masuk. Ssseeerrrrhhh…! Pahanya mulus sekali! Kuelus dengan penuh nafsu, lalu kuremas-remas dengan kuat. Begitu kencang dan padat.

Ia merintih, mendesah-desah, dan mengerang. Rok panjang dan rok dalamnya kini sudah tersibak lebar memperlihatkan segala keindahan aurat yang selama ini selalu ditutup-tutupinya dalam perannya sebagai seorang akhwat alim sholehah. Kedua kakinya, dari betis sampai pangkal paha, sungguh super mulus dan super putih menggiurkan! Sehingga kurasa air liurku pasti sudah meleleh di luar kesadaranku. Celana dalam putih yang dikenakannya membuatku melotot besar tak berkerdip. Cd mungil itu begitu tipis menerawang dan tampak mengembung padat hingga tak mampu menyembunyikan lekuk lipatan memek muslimahnya.

“Massss Sayaaanggg… Celana dalam Ifah udah basah, Masss… Bukain dong!” pintanya mendesah manja sambil membuka kedua pahanya semakin lebar. Pinta itu membuat tanganku yang masih mengelus pahanya segera merayap naik hingga menyentuh bukit kecil di tengah selangkangannya. Ia emang tidak bohong, jari-jariku merasakan permukaan celana dalam itu sudah basah kuyup! “Iiihh..!” keluh akhwat manis ini tertahan.

Kutarik celana dalam itu ke bawah dan terus menanggalkannya dari ujung kakinya yang masih terbalut kaos kaki. Kubuang jauh-jauh. Ifah dengan penuh inisiatif mengangkang selebar-lebarnya yang ia mampu. Senyum teramat manis terbit di bibirnya, “Indah kan memekku, Mas?”

Jangan dikata lagi! Aku mau gila rasanya menyaksikan memek perempuan termolek yang pernah kulihat seumur hidupku ini. Apalagi pemiliknya masih mengenakan pakaian muslimah dan jilbab lebar lengkap! Kemaluan akhwat ini bagiku sungguh tak ada tandingannya! Bentuknya mungil tapi mengembung tembam. Berwarna kemerah-merahan, tampak basah, dan dicukur bersih tanpa sehelai bulu jembut pun. Meskipun terkangkang lebar sedemikian rupa, tapi memek itu tampak cukup rapat. Liang vaginanya hanya terkuak sedikit memamerkan isinya yang merah basah, dengan itil mencuat mungil.
Dibandingkan memek Afifah ini, memek Desi, Diana, dan Lydia kalah telak. Meskipun tentu saja memek masing-masing punya keistimewaannya tersendiri.

“Mas boleh jilati memekku sampai puas…”

Kuhirup habis cairan orgasme yang melimpah keluar dari dalam liang memek akhwat cantik ini dengan rakus. Ifah mengeluh lirih membiarkan aku mengulas sisa-sisa lender encer harum nan gurih itu. Wajahnya yang cantik dalam balutan jilbab lebar ungu tampak setengah tengadah bersandar pada sofa, memperlihatkan ekspresi kenikmatan tiada tara pasca keluarnya cairan suci dari dalam rahimnya yang subur.
Kemudian aku membuka celana panjangku berikut celana dalam dan duduk di sofa. Batang kejantananku tampak mengacung tegang dengan kerasnya. Terangguk-angguk. Ifah sudah tahu apa yang harus ia lakukan. Setelah membenahi roknya yang awut-awutan, kini gantian akhwat berwajah alim itu berjongkok di depan kedua kakiku. Ia tersenyum tipis demi menyaksikan betapa panjang dan besarnya batang penisku yang perkasa.
Perlahan, demi lembut diulurkannya tangannya menyentuh kontolku. Jari-jarinya begitu lentik dan halus. Membuatku mengeluh lirih. Dibelai-belainya kepala kontolku yang merah dan berbentuk seperti kepala jamur lalu turun ke batang. Kemudian digenggamnya dan dikocok-kocok dengan lembut.
“Oooh, enaaak Sayaannngg.. Ennaaaak..! Aaah!” keluhku gak tahan nikmatnya.
“Mau yang lebih enak lagi?” tanyanya genit sambil terus mengocok sesekali memelintir lembut.
“Maauu, maaauu!” teriakku dalam derita surga dunia itu. Maka sambil tersenyum, ia pun mendekatkan mulutnya ke kepala kontolku. Tanpa sungkan-sungkan, bibir mungilnya yang ranum terbuka dan mengulum batang kejantananku. Kulumannya benar-benar dashyat. Lalu dengan begitu piawai dijilat-jilatnya kepala penis dan seluruh batang kontol kebanggaanku itu selama beberapa waktu, sebelum akhirnya dikulum lagi dan dihisap-hisap dengan keras.

Entah sudah berapa puluh kali aku dioral cewek, baik ABG, mahasiswi, gadis-gadis desa, ibu rumah tangga, janda, sekretaris cantik, bahkan artis. Tapi belum pernah sekalipun kurasakan oral seks yang senikmat ini. Jilbaber ini benar-benar ahli hisap kontol alias nyepong!

Aku semakin blingsatan ketika melihat wajahnya yang keibuan. Wajah cantik memikat yang masih tetap dibalut jilbab itu tampak begitu lugu dan tanpa dosa dalam kesibukannya mengoral batang kejantananku. Lidahnya yang merdu mengaji itu semakin trampil saja mencari dan mengulas titik-titik kelemahan batang kontolku.
Ada sekitar 30 menit oral seks itu berlangsung, hingga akhirnya aku tak tahan lagi. Sekujur tubuhku bergetar menahan rasa nikmat yang sulit dilukiskan, batang kontolku pun berdenyut-denyut keras. Ifah tampaknya tahu benar apa yang akan segera terjadi. Dimasukkannya batang kejantananku sampai separuh dalam kuluman mulutnya dan ia pun menyedot kuat-kuat. Jari-jarinya yang melingkari pangkal batang membantu dengan kocokan. Akibatnya….
“Aaaaaaaaakkkkhhhhhh, Ifaaaaahhhh! Ooohhh, Ifaaaahh!” aku meraung dashyat dan menyemburkan berliter-liter sperma kental ke dalam mulut akhwat bertampang tanpa dosa yang sudah ngelontekan diri dua tahun ini! Nikmatnya luarbiasa!! Saking banyaknya spermaku yang tersembur, sebagian tak tertampung lagi dalam mulutnya yang mungil dan meleleh keluar ke sela bibir dan dagunya. Terdengar jelas olehku bagaimana ia menelan air maniku di dalam mulutnya itu.
Tak sampai di situ, ia juga menjilati bibirnya, dan dengan jari menyeka sperma yang meleleh keluar dan memasukkannya ke mulut. Setelah itu, dengan telaten dijilatinya sisa-sisa cairan putih kental itu yang masih melekat di batang kontolku. Lalu masih dihisapnya kepala kontolku sampai tetesan yang terakhir ludes.
“Istirahat sebentar ya Mas? Ifah mau sholat dzuhur dulu,” bisiknya mesra sambil mengerdipkan sebelah mata lalu berdiri meninggalkanku terkapar di sofa ruang tamu.
Tak lama kemudian, ia mengirim SMS padaku bahwa ia sudah menungguku di kamar terbesar di villa itu. Buru-buru aku bangkit dan menuju ke sana. Sekilas aku melihat celana dalamnya masih tergeletak di lantai ruang tamu, berarti… Jangan-jangan ia sholat tanpa mengenakan celana dalam??? Waaah!!
Pintu kamar tertutup rapat. Dengan perlahan kuputar gerendel dan mendorongnya halus. Jantungku berdebar keras ketika melihat jilbab lebar, baju kurung dan rok panjang tersampir di sandaran kursi depan meja rias. Lalu kulihat juga sajadah lebar berwarna merah bergambar kabah terhampar di lantai kamar. Ah, apakah ia telanjang bulat? Apakah akhirnya ia memutuskan melanggar syaratnya sendiri dengan membuka jilbabnya?
Ternyata tidak! Tapi pemandangan di atas ranjang itu lebih luarbiasa lagi dari yang bisa kubayangkan. Akhwat cantik itu duduk di tepi ranjang mengenakan mukenah putih bersih dengan sebelah kaki ditekuk dan sebelah kaki lagi terjuntai ke bawah hingga mukenahnya tersingkap lebar di bagian paha memperlihatkan pangkal pahanya yang putih mulus dan bukit memeknya yang terbuka polos tanpa celana dalam! Luarbiasa!!!
Aku sampai tertegak di ambang pintu dengan mata melotot besar tak berkerdip.
“Kok cuma bengong, Mas? Terpukau ya sama memekku?” tanyanya genit lalu tertawa kecil.
“Ka-kamuu sholat tidak pake cd?” aku balas bertanya dengan tergagap-gagap karena dilanda oleh sensasi yang demikian hebat. Dengan wajah tersipu-sipu, ia menggeleng, “Nggak Mas. Di rumah kalau sholat, Ifah juga sering gak pake cd dan bra. Polos aja di balik mukenah…”

“Oooh, dasar lonteee berjilbab!!! Kungentot kau sampai nangis-nangis minta ampuun…!” teriakku lalu melompat ke atas ranjang menerkamnya. Ifah terpekik lalu cekikikan, disambutnya terkaman ganasku dengan membuka kedua pahanya seluas-luasnya. Liang memeknya megap-megap menerima sodokan kontolku. Lubang nikmat itu seolah menyedot batang kejantananku.
Kedua kaki mulusnya melingkar ketat di pinggulku, kedua tangannya mencengkram kuat bahuku. Rintihan nikmat begitu merdu keluar tiada henti dari mulutnya, “Ooohh, enaaaak Masss, enaaaakk! Yaaa Alllaaahh, eeenaaaakkknyaaa dingentttooot Masss!”
Aku seperti kesetanan menghentakkan batang penisku yang perkasa menghujami liang vaginanya. Tentu saja, seumur hidup baru kali inilah aku menyetubuhi seorang perempuan yang sedang mengenakan mukenah. Sebuah sensasi yang sangat luarbiasa bagiku!
Setengah jam berlalu, tapi belum ada di antara kami yang mau menyerah. Sudah tiga kali berganti posisi. Kini Ifahlah yang berada di atas. Sambil merintih-rintih hebat ia menaik turunkan pantatnya dengan deras di atas tubuhku, sehingga membuat kontolku yang tertegak keras terhujam-hujam ke liang memeknya yang kain becek.
Kuseret ia turun dari ranjang, lalu sebelum ia sadar apa yang kulakukan, aku sudah mendorongnya hingga ternungging di atas hamparan sajadah. Batang kontolku kembali melesat dan sekali tembak langsung tertanam dalam di liang kemaluannya yang ternganga merah.
“Aaarrrrggghhh!!! Maaasss, jangaan di atas sajadaaah… Jangaaan di atas sajaadaaah, Masss!” ia berusaha meronta, tapi pinggulnya yang montok kucengkram erat-erat. Liang nikmatnya kungenjot dengan dashyat. Ia mengerang-erang, lalu tak sampai 10 menit kemudian: “Aaaakhhh, keluaaaarrr…! Keluuaaarrr…! Ya ampuuuun…”
Kurasakan batang kejantananku disembur cairan hangat di dalam lubang memeknya. Spermaku sendiri sudah tak terbendung lagi, muncrat dengan deras…
“Aaahh… kotor deh sajadah Ifaah…,” keluhnya ketika kucabut batang kontolku. Sebagian lendir memeknya dan spermaku meleleh keluar dan menetes ke atas hamparan sajadah bergambar kabah itu. Kubersihkan kontolku dengan ujung mukenahnya…
“Ntar Mas beliin sajadah baru deh, Sayang…,” bisikku lembut sambil menciumi pipinya.